pembelajaran biligual pada Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD)
pembelajaran biligual , seperti tercermin pada istilahnya, adalah semacam pembelajaran di mana dua bahasa digunakan secara kombinasi. Dalam pembelajaran bilingual umumnya digunakan kombinasi bahasa ibu dan bahasa lain selain bahasa ibu. Tujuan pembelajaran bilingual adalah utamanya memberikan bekal ketrampilan berbahasa kepada siswa yang mencakup keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa selain bahasa ibu, di samping membelajarkan isi melalui keterampilan berbahasa tersebut.
Secara umum ada tiga program bilingual yang selama ini dikenal, yaitu program bilingual transitional, maintenance, dan enrichment (Richards-Amato, 2003). Ketiganya memiliki rancangan pembelajaran yang berbeda. Pada program bilingual transisi siswa mempelajari materi bidang studi (content areas) dengan menggunakan bahasa ibu terlebih dahulu. Dengan demikian, misalnya siswa belajar pengetahuan sosial atau pengetahuan alam atau lainnya dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu. Kemudian siswa diperkenalkan atau dilatih berbahasa asing, misalnya bahasa Inggris. Ketika penguasaan bahasa Inggris mereka dipandang telah memadai sebagai sarana komunikasi, selanjutnya mereka belajar materi bidang studi (content areas) dengan menggunakan bahasa Inggris. Dalam kelas baru ini, materi bidang studi semuanya disajikan dalam bahasa Inggris. Secara skematis, pola program bilingual transisi dapat dilihat pada gambar berikut.
Content in L1 English Components Content in all English
Berbeda dengan program bilingual transisi, pada program bilingual maintenance, siswa belajar bidang studi (content areas) selama masa pendidikan mereka dalam semuanya bahasa ibu. Selanjutnya, untuk meningkatkan penguasaan bidang studi mereka, siswa mempelajari kemampuan akademik dalam bidang studi mereka dalam bahasa Inggris. Dalam pola ini, secara rancangan dan sengaja siswa tidak dibekali terlebih dahulu dengan keterampilan berbahasa Inggris sebagai keterampilan untuk memperdalam penguasaan bidang studi dalam bahasa Inggris kelak di kemudian hari. Secara umum pola penyajian program bilingual maintenance dapat dilihat pada skema berikut.
Content in L1 Content in all English
Sementara itu, pada program pembelajaran bilingual pengayaan, sejumlah atau sebagian materi bidang studi diajarkan dengan maksud untuk pengayaan penguasaan pengetahuan bidang studi. Dalam modus pembelajaran bilingual pengayaan semacam ini, materi bidang studi diajarkan baik dengan menggunakan bahasa ibu maupun dalam bahasa asing. Secara garis besar pola penyajian program bilingual pengayaan dapat dilihat pada skema berikut.
Content in L1
Content in L2
Secara rinci, dengan mempertimbangkan kelas, program pembelajaran bilingual pengayaan dapat dilakukan dengan cara berjenjang dan menerapkan persentase untuk kelas yang berbeda. Dengan cara ini, di kelas rendah prosentase penggunaan bahasa Indonesia lebih besar dibandingkan dengan prosentase penggunaan bahasa Inggris, dengan proporsi misalnya 3:1 untuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Prosentase ini berubah secara berjenjang dan berbalik di kelas atas, yaitu kelas 6. Semakin tinggi kelasnya semakin kecil porsi penggunaan bahasa Indonesianya sedangkan porsi penggunaan bahasa Inggrisnya semakin besar. Secara visual, rancangan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Kelas
1 2 3 4 5 6
Indonesia
Inggris
Variasi lain skema program pembelajaran bilingual pengayaan dapat diberlakukan dengan mempertimbangkan jenis bidang studi. Prosentase penggunaan bahasa secara kombinasi dapat mempertimbangkan kesiapan guru dalam menggunakan bahasa asing pada jenis bidang studi tertentu tersebut. Dengan demikian, prosentase penggunaan bahasa secara kombinasi ini akan berbeda dari satu bidang studi ke bidang studi lain.
Model manapun yang dipilih nampaknya perlu dipertimbangkan orientasi atau tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dengan pembelajaran bilingual. Selain itu, kesiapan pengajar baik dalam hal penguasaan materi bidang studi maupun dalam bahasa Inggris juga merupakan faktor lain yang perlu dipertimbagkan. Faktor lain adalah kebijakan sekolah dalam kreatifitasnya untuk mengembangkan berbagai model dengan acuan model yang ada dan ‘keberanian’ bereksperimen dalam menerapkan model yang dirancang. Untuk itu perlu dilakukan perancangan yang matang, implementasi yang benar dan evaluasi yang akurat yang dapat dilakukan misalnya melalui penelitian tindakan (action research) atau kajian pembelajaran (lesson study). Unsur kolaborasi yang kompak nampaknya diperlukan untuk keperluan implementasi program ini.